Kamis, 05 Januari 2017

GOOD GOVERNMENT DAN GOOD GOVERNANCE


BAB II
PEMBAHASAN

       2.1       Pengertian Good Government
Good government adalah suatu kesepakatan menyangkut pengaturan negara yang diciptakan bersama oleh pemerintah, masyarakat madani, dan swasta. Good government juga merupakan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola perusahaan), pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak atau kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu system yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.

       2.2       Maksud dan Tujuan Good Government

Menggunakan dan melaksanakan kewenangan politik, ekonomi dan administratif agar dapat diselenggarakan dengan baik. Oleh sebab itu dalam prakteknya, konsep good government harus ada dukungan komitmen dari semua pihak yaitu negara (state)/pemerintah (government), swasta (private) dan masyarakat (society).

       2.3       Manfaat good government
  Manfaat dari good government adalah :
         1.         Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asa transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, serta kesetaraan dan kewajaran.
         2.         Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan.
         3.         Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun internasional sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan.

       2.4       Pengertian Good Governance
Good Governance sebagai kriteria Negara-negara yang baik dan berhasil dalam pembangunan, bahkan dijadikan semacam kriteria untuk memperoleh kemampuan bantuan optimal dan Good Governance dianggap sebagai istilah standar untuk organisasi publik hanya dalam arti pemerintahan. Secara konseptual “good” dalam bahasa Indonesia “baik” dan “Governance” adalah “kepemerintahan”. Menurut LAN (Lembaga Administrasi Negara) dalam Sedarmayanti (2008:130) mengemukakan arti good dalam good governance mengandung dua arti:

         1.         Nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan / kehendak rakyat dan nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat yang dalam pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial.
         2.         Aspek-aspek fungsional dari pemerintahan efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya mencapai tujuan-tujuan tersebut.




Berbagai pendapat yang dikemukakan para ahli dalam memahami arti good governance:

         1.         Robert Charlick dalam Pandji Santosa (2008:130) mendefinisikan good governance sebagai pengelolaan segala macam urusan publik secara efektif melalui pembuatan peraturan dan atau kebijakan yang baik demi untuk mempromosikan nilai-nilai kemasyarakatan.
         2.         Bintoro Tjokroamidjojo memandang Good Governance sebagai “Suatu bentuk manajemen pembangunan, yang juga disebut sebagai administrasi pembangunan, yang menempatkan peran pemerintah sentral yang menjadi Agent of change dari suatu masyarakat berkembang atau  develoving didalam negara berkembang” efisien dan efektif dengan menjaga kesinergian interaksi yang konstruktif diantara domaindomain negara, sektor swasta, dan masyarakat.
         3.         Menurut Bank Dunia (World Bank), Good governance merupakan cara kekuasaan yang digunakan dalam mengelola berbagai sumber daya sosial dan ekonomi untuk pengembangan masyarakat (Mardoto, 2009).
         4.         Menurut UNDP (United National Development Planning), Good governance merupakan praktek penerapan kewenangan pengelolaan berbagai urusan. Penyelenggaraan negara secara politik, ekonomi dan administratif di semua tingkatan. Dalam konsep di atas, ada tiga pilar good governance yang penting, yaitu:
a.                   Kesejahteraan rakyat (economic governance).
b.                   Proses pengambilan keputusan (political governance).
c.                   Tata laksana pelaksanaan kebijakan (administrative governance) (Prasetijo, 2009).

Berdasarkan uraian pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa good governance adalah proses penyelenggaraan pemerintahan Negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif dengan menjaga kesinergian interaksi yang konstruktif diantara berbagai sumber daya dalam negara, sektor swasta, dan masyarakat.

       2.5       Prinsip-Prinsip Dan Karakteristik Dasar Good Governance
a.       Prinsip-Prinsip Dasar  Good Governance
Untuk meralisasikan pemerintahan yang professional dan akuntabel yang bersandar pada prinsip-prinsip good governance Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) merumuskan sembilan aspek fundamental (Asas) dalam good governance yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
1.      Partisipasi (Participation)
            Asas partisipasi adalah bentuk keikutsertaan warga masyarakat dalam pengambilan keputusan.Bentuk keikutsertaan dibagun berdasarkan prinsip demokrasi yakni kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat secara konstruktif.
            Menurut Jewell dan Siegall (1998:67) partisipasi adalah keterlibatan anggota organisasi didalam semua kegiatan organisasi.Di lain pihak Handoko (1998:31) menyatakan partisipasi merupakan tindakan dan pengawasan kegiatan di dalam organisasi.
            Semua warga negara berhak terlibat dalam keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang sah untuk mewakili kepentingan mereka. Paradigma birokrasi sebagai center for public harus diikuti dengan berbagai aturan sehingga proses sebuah usaha dapat dilakukan dengan baik dan efisien, selain itu pemerintah juga harus menjadi public server dengan memberikan pelayanan yang baik, efektive, efisien, tepat waktu serta dengan biaya yang murah, sehingga mereka memiliki kepercayaan dari masyarakat. Partisipasi masyarakat sangat berperan besar dalam pembangunan, salah satunya diwujudkan dengan pajak.
2.      Penegakan Hukum (Rule of Law)
Penegakan hukum adalah pengelolaan pemerintah yang profesional dan harus didukung oleh penegakan hukum yang berwibawa.Penegakan hukum sangat berguna untuk menjaga stabilitas nasional. Karena suatu hukum bersifat tegas dan mengikat.Sehubungan dengan itu,santosa (2001:87)menegaskan, bahwa Perwujudan good governance harus di imbangi dengan komitmen pemerintah untuk menegakkan hukum yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
a.       Supremasi Hukum, yakni setiap tindakan unsur-unsur kekuasaan negara dan peluang partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara didasarkan pada hukum  peraturan yang jelas dan dijamin pelaksanaannya secara benar serta independen.
b.      Kepastian hukum, bahwa setiap kehidupan berbangsa dan bernegara diatur oleh hukum yang jelas dan pasti, tidak duplikasi dan tidak bertentangan antara satu dengan lainnya.
c.       Hukum yang responsive, yakni aturan-aturan hukum disusun berdasarkan aspirasi masyarakat luas, dan mampu mengakomodasi berbagai kebutuhan publik secara adil.
d.      Penegakan hukum yang konsisten dan nondiskriminatif, yakni penegakan hukum yang berlaku untuk semua orang tanpa pandang bulu jabatan maupun status sosialnya sebagai contoh aparat penegak hukum yang melanggar kedisiplinan dan hukum wajib dikenakan sanksi.
e.       Independensi peradilan, yakni peradilan yang independen bebas dari pengaruh penguasa atau pengaruh lainnya. Sayangnya, di negara kita independensi peradilan belum begitu baik dan dinodai oleh aparat penegak hukum sendiri, sebagai contoh kecilnya yaitu kasus suap jaksa.

3.      Transparasi (Transparency)
            Transparasi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah (Notodisoerjo,2002:129).Dengan adanya transparasi maka pemerintah memajukan kinerjanya sebgai tolak ukur dan informasi bagi masyarakat di pemerintahan.
            Menurut Jeff dan Shah (1998:68) indicator yang dapat digunakan untuk mengukur trasparasi yaitu: Bertamabahnya wawasan dan pengetahuan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintah.
Akibat tidak adanya prinsip transparansi ini bangsa indonesia terjebak dalam kubangan korupsi yang sangat parah. Salah satu yang dapat menimbulkan dan memberi ruang gerak kegiatan korupsi adalah manajemen pemerintahan yang tidak baik. Dalam pengelolaan negara, Goffer berpendapat bahwa terdapat delapan unsur yang harus dilakukan secara transparasi, yaitu :
a.       Penetapan posisi dan jabatan.
b.      Kekayaan pejabat publik.
c.       Pemberian penghargaan.
d.      Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan.
e.       Kesehatan.
f.       Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik.
g.      Keamanan dan ketertiban.
h.      Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat.
            Dalam hal penepatan posisi jabatan public harus dilakukan melalui mekanisme test and proper test (uji kelayakan) yang dilakukan oleh lembaga-lembaga independen,seperti komisi yudisial,komisi kepolisian,komisi pajak dan sebagainya.
4.      Responsif (Responsiveness)
Asas responsif adalah bahwa pemerintah harus tanggap terhadap persoalan-persoalan masyarakat secara umum.Pemerintah harus memenuhi kebutuhan masyarakatnya, bukan menunggu masyarakat menyampaikan aspirasinya, tetapi pemerintah harus proaktif dalam mempelajari dan mengalisa kebutuhan-kebutuhan masyarakat.Jadi setiap unsur pemerintah harus memiliki dua etika yaitu etika individual yang menuntut pemerintah agar memiliki kriteria kapabilitas dan loyalitas profesional.Dan etika sosial yang menuntut pemerintah memiliki sensitifitas terhadap berbagai kebutuhan pubik.Orientasi kesepakatan atau Konsensus (Consensus Orientation).
Asas konsensus adalah bahwa setiap keputusan apapun harus dilakukan melalui proses musyawarah. Cara pengambilan keputusan secara konsensus akan mengikat sebagian besar komponen yang bermusyawarah dalam upaya mewujudkan efektifitas pelaksanaan keputusan. Semakin banyak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan maka akan semakin banyak aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang terwakili selain itu semakin banyak yang melakukan pengawasan serta kontrol terhadap kebijakan-kebijakan umum maka akan semakin tinggi tingkat kehati-hatiannya dan akuntanbilitas pelaksanaannya dapat semakin di pertanggungjawabkan.
5.      Konsesus (consesus)
            Pengambilan keputusan adalah salah satu asas yang fundamental yang harus di perhatikan oleh pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugasnya untuk mencapai tujuangood governance.Pengambilan keputusan secara konsessus yakni mengambil keputusan melaui proses musyawarah dan semaksimal mungkin berdasarkan kesepakatan bersama.
Prinsip ini menyatakan bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui proses musyawarah melalui konsesus. Model pengambilan keputusan tersebut, selain dapat memuaskan sebagian besar pihak, juga akan menjadi keputusan yang mengikat dan milik bersama, sehingga akan memiliki kekuatan memaksa bagi semuakomponen yang terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut.
Pelaksanaan prinsip pada praktiknya sangat terkait dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemerintahan, kulturaldemokrasi,serta tata aturan dalam kegiatan pengambilan kebijakan yang berlaku dalam sebuah system.
Paradigma ini perlu dilakukan dalam konteks pelaksanaan pemerintahan, karena urusan yang mereka kelola adalah persoalan-persoalan public yang harus di pertanggung jawabkan kepada masyarakat.

6.      Kesetaraan (equity)
            Asas kesetaraan yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan.Asas ini dikembangkan berdasarkan sebuah kenyataan bahwa bangsa Indonesia ini tergolong bangsa yang prural,baik dari segi etnik,agama dan budaya.prulalisme ini tentu saja pada satu etnis dapat memicu masalah apabila dimanfaatkan dalam konteks kepentingan sempit seperti primordialisme,egoism,dan sebagainya.Karena prinsip kesetaraan harus diperhatikan agar tidak memicu akses yang tidak diinginkan dalam penyelenggaraan pemerintah.
            Asas kesetaraan dan keadilan adalah kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan publik.Pemerintah harus bersikap dan berprilaku adil dalam memberikan pelayanan terhadap publik tanpa mengenal perbedaan kedudukan, keyakinan, suku, dan kelas sosial.
Clean and good governance juga harus didukung dengan asas kesetaraan, yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan. Asas ini harus diperhatikan secara sungguh-sungguh oleh semua penyelenggara pemerintahan di Indonesia karena kenyatan sosiologis bangsa kita sebagai bangsa yang majemuk, baik etnis, agama, dan budaya.
7.      Efektivitas (Effectifeness) dan Efisiensi (Efficiency)
Efisiensi berkaitan dengan penghematan keuangan, sedangkan Efiktifitas berkaitan dengan ketepatan cara yang digunakan untuk menyelesaikan masalah (Handoko,1998:23).Menurut Jeff dan Shah (1998:7) indikator yang dapat digunakan untuk mengukur efisiensi dan efiktifitas,yaitu  Efisiensi: Meningkatnya kesejahteraan dan nilai tambah dari pelayanan masyarakat, berkurangnya penyimpanan pembelanjaan, berkuragnya biaya operasioanal pelayanan dan mendapatkan ISO pelayanan.
Eviktivitas: Meningkatnya masukan dari masyarakat terhadap penyimpangan (Kebocoran, Pemborosan, Penyalahgunaan wewenang dan sebagainya) melalui media massa dan berkurangnya pentimpangan.
Konsep efektivitas  dalam sektor kegiatan-kegiatan publik memiliki makna ganda, yakni efektivitas dalam pelaksanan proses-proses pekerjaan, baik oleh pejabat publik maupun partisipasi masyarakat, dan kedua, efektivitas dalam konteks hasil, yakni mampu membrikan kesejahteraan pada sebesar-besarnya kelompok dan lapisan sosial.Kriteria efektif dan efisien yaitu pemerintah harus berdaya guna dan berhasil guna. Kriteria efektivitas biasanya diukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai kelopok dan lapisan sosial.Sedangkan asas efisiensi umumnya diukur dengan rasionalitas biaya pembangunan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.Semakin kecil biaya yang dipakai untuk mencapai tujuan dan sasaran maka pemerintah dalam kategori efisien.
8.      Akuntabilitas (Accountability)
Asas akuntabilitas adalah pertanggungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka.,di sisi lain Akuntabilitas adalah kemampuan untuk mempertanggung jawabkan semua tindakan dan kebijaksanaan yang telah ditemapuh (mardiasmo,2001:251).
Menurut Jeff dan Shah (1998:70) Indikator yang daqpt digunakan untuk mengukur akuntabilitas, yaitu meningktnya kepercanyaan dan kepuasan masyarakat terhadapa pemerintah, tumbuhnya kesadaran masyarakat, meningkatnya keterwakilan berdasarkan pilihan dan kepentingan masyarakat, dan berkurangnya kasus-kasus KKN.
Setiap pejabat publik dituntut untuk mempertanggungjawabkan semua kebijakan, perbuatan, moral, maupun netralitas sikapnya terhadap masyarakat.Inilah yang dituntut dalam asas akuntabilitas dalam upaya menuju pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
9.      Visi Strategis
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan datang. Tidak sekedar memiliki agenda strategis untuk masa yang akan datang, seseorang yang memiliki jabatan publik atau lembaga profesional lainnya, harus memiliki kemampuan menganalisa persoalan dan  tantangan yang akan dihadapi oleh lembaga yang dipimpinnya.
Bangsa-bangsa yang tidak memiliki sensitifitas terhadap perubahan serta perdiksi perubahan kedepan,tidak saja tertinggal oleh bangsa lain  di dunia,tapi juga akan terperosok pada akumulasi kesulitan, sehingga proses recoverynya tidak mudah.Salah satu contoh,Kecerobohan bangsa Indonesia dalam menerapkan kebijakan devisa bebas di era 1980-an, dan memberi peluang pada sector swasta untuk melakukan direct loan (pinjaman langsung) terhadap berbagai lembaga keuangan di luar negeri,dengan tanpa perhitungan jadwal pembayaran yang rasional telah mengakibatkan krisis keuangan di akhir 1990-an yang mengakibatkan nilai tukar dolar meningkat dan kurs rupiah anjlok.Aspek lain yang lebih penting dalam konteks pandangan strategi untuk masa ytuang akan datang,adalah perumusan-perumusan blueprint design kehidupan ekonomi, social dan budaya untuk sekian tahun kedepan yang ahrus dirancang dan dikerjakan sejak sekarang.
Untuk mewujudkan cita good governance dengan asas-asas fundamental sebagaimana telah dipaparkan,setidaknya harus melakukan lima aspek prioritas,yakni:
         1.         Penguatan Fungsi dan Peran Lembaga Perwakilan
         2.         Kemandirian Lembaga Peradilan
         3.         Aparatur Pemerintah yang Professional dan Penuh Integritas
         4.         Masyarakat Madani (Civil Society) yang Kuat dan Partisipatif
         5.         Penguatan Upanya Otonomi Daerah.

b.      Karakteristik Dasar Good Governance
Ada tiga karakteristik dasar good governance, yaitu :
         1.         Diakuinya semangat pluralisme.
            Artinya, pluralitas telah menjadi sebuah keniscayaan yang tidak dapat dielakkan sehingga mau tidak mau, pluralitas telah menjadi suatu kaidah yang abadi. Dengan kata lain, pluralitas merupakan sesuatu yang kodrati (given) dalam kehidupan. Pluralisme bertujuan mencerdaskan umat melalui perbedaan konstruktif dan dinamis, dan merupakan sumber dan motivator terwujudnya kreativitas yang terancam keberadaannya jika tidak terdapat perbedaan. Satu hal yang menjadi catatan penting bagi kita adalah sebuah peradaban yang kosmopolit akan tercipta apabila manusia memiliki sikap inklusif dan kemampuan (ability) menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar. Namun, dengan catatan, identitas sejati atas parameter-parameter otentik agama tetap terjaga. baik terhadap saudara sesama agama maupun terhadap umat agama lain.
         2.         Tingginya sikap toleransi
            Secara sederhana, Toleransi dapat diartikan sebagai sikap suka mendengar dan menghargai pendapat dan pendirian orang lain. Senada dengan hal itu, ’’Quraish Shihab’’ menyatakan bahwa agama tidak semata-mata mempertahankan kelestariannya sebagai sebuah agama, namun juga mengakui eksistensi agama lain dengan memberinya hak hidup, berdampingan, dan saling menghormati.
         3.         Tegaknya prinsip demokrasi.
            Demokrasi bukan sekadar kebebasan dan persaingan, demokrasi juga merupakan suatu pilihan untuk bersama-sama membangun dan memperjuangkan perikehidupan warga dan ma-syarakat yang semakin sejahtera. Masyarakat madani mempunyai ciri-ciri ketakwaan yangtinggi kepada Tuhan, hidup berdasarkan sains dan teknologi, berpendidikan tinggi, menga-malkan nilai hidup modern dan progresif, mengamalkan nilai kewarganega-raan, akhlak, dan moral yang baik, mempunyai pengaruh yang luas dalam proses membuat keputusan, serta menentukan nasib masa depan yang baik melalui kegiatan sosial, politik, dan lembaga masyarakat.
2.6  Pilar-Pilar Good Governance
Good governance hanya bermakna bila keberadaannya ditopang oleh lembaga yang melibatkan kepentingan publik .jenis lembaga tersebut adalah :
a.         Negara
1)      Menciptakan kondisi politik, ekonomi dan sosial yang stabil.
2)      Membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan
3)      Menyediakan public service yang efektifdan accountable
4)      Menegakkan HAM
5)      Melindungi lingkungan hidup
6)      Mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik [12]
b.         Sektor Swasta
1)      Menjalankan industry
2)      Menciptakan lapangan kerja
3)      Menyediakan insentif bagi karyawan
4)      Meningkatkan standar hidup masyarakat
5)      Memilahara lingkungan hidup
6)      Menaati peraturan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat
7)      Menyediakan kredit bagi pengembangan HAM
c.         Masyarakat Madani
1)      Menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi
2)      Mempengaruhi kebijakan public
3)      Sebagai sarana cheks dan balances pemerintah
4)      Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah
5)      Mengembangkan SDM
6)      Sarana berkomunikasi antara anggota masyarakat

     2.1       Latar belakang Good Governance di Indonesia
Transformasi government sepanjang abad ke-20 pada awalnya ditandai dengan konsolidasi pemerintahan demokratis (democratic government) di dunia Barat. Tahap II berlangsung pada pasca Perang Dunia I, diindikasikan dengan semakin menguatnya peran pemerintah. Pemerintah mulai tampil dominan, yang melancarkan regulasi politik, redistribusi ekonomi dan kontrol yang kuat terhadap ruang-ruang politik dalam masyarakat. Peran negara pada tahap ini sangat dominan untuk membawa perubahan sosial dan pembangunan ekonomi. Tahap III, terjadi pada periodisasi  tahun 1960-an sampai 1970-an, yang menggeser perhatian ke pemerintah di negara-negara Dunia Ketiga. Periode tersebut merupakan perluasan proyek developmentalisme (modernisasi) yang dilakukan oleh dunia Barat di Dunia Ketiga, yang mulai melancarkan pendalaman kapitalisme. Pada periode tersebut,  pendalaman kapitalisme itu diikuti oleh kuatnya negara dan hadirnya rezim otoritarian di kawasan Asia, Amerika Latin dan Afrika. Modernisasi mampu mendorong pembangunan ekonomi dan birokrasi yang semakin rasional, partisipasi politik semakin meningkat, serta demokrasi semakin tumbuh berkembang merupakan asumsi perspektif Barat yang dimanifestasikan dalam tahapan tersebut. Perspektif ini kemudian gugur, karena pembangunan ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin diikuti oleh meluasnya rezim otoritarian yang umumnya ditopang oleh aliansi antara militer, birokrasi sipil dan masyarakat bisnis internasional (Bourgon, 2011). Tahap IV, ditandai dengan krisis ekonomi dan finansial negara yang melanda dunia memasuki dekade 1980-an.  Krisis ekonomi juga dihadapi  Indonesia yang ditandai dengan anjloknya harga minyak tahun 1980-an. Krisis ekonomi pada periode 1980-an mendorong munculnya cara pandang baru terhadap pemerintah. Pemerintah dimaknai bukan sebagai solusi terhadap problem yang dihadapi, melainkan justru sebagai akar masalah krisis. Karena itu pada masa ini berkembang pesat “penyesuaian struktural”, yang lahir dalam bentuk deregulasi, debirokratisasi, privatisasi, pelayanan publik berorientasi pasar. Berkembangnya isu-isu baru ini menandai kemenangan pandangan neoliberal yang sejak lama menghendaki peran negara secara minimal, dan sekaligus kemenangan pasar dan swasta. Tahap V, adalah era 1990-an, dimana proyek demokratisasi (yang sudah dimulai dekade 1980-an) berkembang luas seantero jagad. Pada era ini muncul cara pandang baru terhadap pemerintahan, yang ditandai munculnya governance dan good governance. Perspektif yang berpusat pada government bergeser ke perspektif governance. Sejumlah lembaga donor seperti IMF dan World Bank dan para praktisi pembangunan internasional yang justru memulai mengembangkan gagasan governance dan juga good governance.
Sebagai reaksi terhadap krisis pada tahun 1985, Secretary of the Treasury Amerika Serikat, James Baker menginisiasi sebuah kebijakan baru, yaitu Structural Adjustment Program (SAP). Kebijakan ini berbasis pada Washington Consensus. Berdasarkan kebijkana baru ini, Negara-negara yang ingin mendapatkan utang dari IMF dan Bank Dunia harus berkomitmen untuk melakukan re-strukturisasi atau perubahan dalam kebijakan ekonomi makro mereka, yang berarah pada ekonomi yang berorientasi ekspor (export-led growth), mengurangi peranan Negara dalam ekonomi (good governance), dan privatisasi sector-sektor publik (Gilpin, 2001 :314).
Bank Dunia sendiri dalam mempromosikan good governance di Indonesia melalui tiga pintu yaitu CGI (Consultative Group on Indonesia), Kemitraan untuk Pembaruan Tata Pemerintahan (Partnership for Governance Reform)  dan  Justice for the Poor. Dalam forum tahunan CGI, Bank Dunia memimpin dan memiliki kekuasaan untuk mengarahkan kebijakan ekonomi (termasuk desakan pembentukan peraturan perundang-undangan). Ini bisa terjadi karena pemerintah masih menerima kucuran utang sehingga prasyarat utang tersebut harus dipenuhi sebagai kompensasinya. Sedangkan Bank Dunia pula bekerja secara dekat dengan UNDP dan ADB sebagai sponsor dana utama untuk Partnership for Governance Reform. Melalui forum kelompok multi-stakeholder di Kemitraan ini, Bank Dunia telah terlibat aktif dalam membuat kerangka kerja hukum untuk pembangunan (legal framework for development), seperti pembaruan peradilan, pembaruan hukum, dan pembentukan lembaga pemerintahan baru. Pengaruh besar kemitraan ini adalah justru peran hegemoninya sebagai lembaga dana untuk proyek-proyek governance yang dijalankan oleh tidak saja lembaga negara, namun juga organisasi non-pemerintah. Sedangkan Justice for the Poor adalah sebuah institusi yang baru-baru saja dikreasi Bank Dunia dalam mempromosikan pengurangan kemiskinan di Indonesia, khususnya sebuah strategi pemberdayaan untuk kaum miskin melalui bantuan hukum.
Bagi Bank Dunia, program-program pemberdayaan hukum dan penyadaran hukum merupakan hal penting dalam mewujudkan kaum miskin atas akses keadilan. Dalam urusan pemantauan korupsi, Bank Dunia sendiri memilih menfokuskan lebih banyak pada proyek-proyek yang didanainya sendiri, semacam Proyek Pengembangan Kecamatan (PPK). Proyek pembaruan ketatapemerintahan melalui good governance cenderung untuk melayani promosi konsensus pembaruan sosial dan ekonomi, khususnya dengan mengaplikasikan pemberdayaan teknokratik dan bahasa liberal partisipasi. Di titik ini, diskursus dan arah kecenderungan hak-hak asasi manusia lebih menyesuaikan dengan liberalisasi pasar. Inilah yang disebut “market friendly human rights paradigm‟ (paradigma hak-hak asasi manusia yang ramah pasar). Muncul dan berperannya Justice for the Poor di Indonesia adalah tak terpisahkan dengan program global dalam Poverty Reduction Strategy Papers (PRSPs) yang disponsori Bank Dunia. PRSPs telah mengaplikasikan proyek dan mekanisme seragam untuk berbagai persoalan kemiskinan di negara ketiga. PRSPs yang demikian harus diimplementasikan sebagai kondisi untuk menerima pinjaman. Berdasarkan laporan Focus on Global South yang bermarkas di Bangkok, PRSPs telah mempromosikan kebijakan-kebijakan berorientasikan pasar, perdagangan terbuka, investasi, rezim finansial, dan mendesakkan peran negara agar menghapus perusahaan-perusahaan milik negara.(Wiratraman 2006: 67). Kritik Good Governance Berdasarkan uraian diatas dalam perjalanan penerapan good governance hampir banyak negara mengasumsikannya sebagai sebuah ideal type of governance, padahal konsep itu sendiri sebenarnya dirumuskan oleh banyak praktisi untuk kepentingan praktis-strategis dalam rangka membangun relasi negara-masyarakat-pasar yang baik dan sejajar.
Prinsip Good Governance sebenarnya sudah ditanamkan pada saat Undang – Undang Dasar (UUD) 1945 pertama kali lahir. Prinsip ini dapat dilihat dalam pembukaan UUD 1945 alenia IV. Namun pada perkembangannya Good Governance mulai urgent dibicarakan pasca tumbangnya rezim orde baru.
Tumbangnya rezim orde baru (atau populer disebut masa reformasi) membuat supremasi terhadap sistem demokrasi semakin santer. Demokrasi menjadi menjadi kata kunci dalam Good Governance.
Prinsip dasar yang kami maksud adalah tentang prinsip musyawarah mufakat, menjunjung moralitas, bersikap terbuka, tanggap, menjaga persatuan, berkeadilan social, bergotong-royong, bertanggung jawab, dan berkeinginan luhur.
Hal ini sejalan dengan sembilan nilai prinsipil dalam Good Governance. Misalnya, prinsip transparansi yang sudah terkandung dalam prinsip musyawarah mufakat. Dimana pengambilan keputusan dalam musyawarah mufakat lebih mengutamakan unsur maslahat dibanding politis. Pengambilan keputusan dalam musyawarah mufakat pun dapat diakses oleh keseluruhan stakeholder terkait.
Prinsip lain adalah akuntabilitas. Prinsip akuntabilitas sudah terkandung dalam nilai bertanggung jawab.
Orientasi ideal Good Governance diarahkan pada pencapaian tujuan nasional danpemerintahan yang berfungsi ideal apabila melakukan upaya mencapai tujuan nasional secara efektif dan efisien.
Pada Pembukaan Alenia IV UUD 1945 dinyatakan Tujuan Nasional adalah sebagai berikut;
1)        Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
2)        Memajukan kesejahteraan umum;
3)        Mencerdaskan kehidupan bangsa,
4)        Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dengan demikian maka Good Governance di Indonesia, dapat didefinisikan sebagai praktek penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis dengan kemampuan mengelola berbagai sumberdaya sosial dan ekonomi dengan baik untuk kepentingan rakyat Indonesia berdasarkan asas musyawarah dan mufakat.
Sedangkan wujudnya di Indonesia berupa Penyelenggaraan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa, efisien dan efektif, tanggap dan bertanggungjawab, bertindak dan berpihak pada kepentingan rakyat, serta mampu menjaga keselarasan hubungan kemitraan melalui proses interaksi yang dinamis dan konstruktif antara pemerintah, rakyat, dan berbagai kelompok kepentingan di dalam tata kehidupan masyarakat Indonesia berdasarkan Pancasila.
Kemasan wujud good governance dalam paradigma dalam negeri, terefleksi dari penekanan pokok-pokok kebijakan yang mencakup tiga bidang, yaitu :
1)      Politik: memposisikan pemerintah sebagai fasilitator, mendorong dialogis yang interaktif, dan dorongan untuk berkembangnya lembaga politik dan tradisi
2)      Partisipasi masyarakat: mendorong prakarsa lokal terus berkembang dan mendorong peranan maksimal lembaga kemasyarakatan;
3)      Pembangunan Daerah : pengakuan kewenangan daerah (kecuali yang dipusatkan), pemisahaan eksekutif dan legislatif daerah, serta mengawal berkembangnya dinamika Negara Kesatuan Republik Indonesia. Memberikan tekanan orientasi regional/local, menjawab masalah kunci daerah/wilayah, dan memperkuat kerja sama wilayah/antar daerah.

       2.6       Mewujudkan Good Governance di Indonesia
Mewujudkan konsep good governance dapat dilakukan dengan mencapai keadaan yang baik dan sinergi antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil dalam pengelolaan sumber-sumber alam, sosial, lingkungan dan ekonomi. Prasyarat minimal untuk mencapai good governance adalah adanya transparansi, akuntabilitas, partisipasi, pemberdayaan hukum, efektifitas dan efisiensi, dan keadilan. Kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah harus transparan, efektif dan efisien, serta mampu menjawab ketentuan dasar keadilan. Sebagai bentuk penyelenggaraan negara yang baik maka harus keterlibatan masyarakat di setiap jenjang proses pengambilan keputusan (Hunja, 2009).
Konsep good governance dapat diartikan menjadi acuan untuk proses dan struktur hubungan politik dan sosial ekonomi yang baik.
Human interest adalah faktor terkuat yang saat ini mempengaruhi baik buruknya dan tercapai atau tidaknya sebuah negara serta pemerintahan yang baik. Sudah menjadi bagian hidup yang tidak bisa dipisahkan bahwa setiap manusia memiliki kepentingan. Baik kepentingan individu, kelompok, dan/atau kepentingan masyarakat nasional bahkan internasional. Dalam rangka mewujudkan setiap kepentingan tersebut selalu terjadi benturan. Begitu juga dalam merealisasikan apa yang namanya “good governance” benturan kepentingan selalu lawan utama. Kepentingan melahirkan jarak dan sekat antar individu dan kelompok yang membuat sulit tercapainya kata “sepakat”.

Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu kepada proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat dipertanggungjawabkan secara bersama. Sebagai suatu konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara, dan sektor swasta bagi penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu negara. Negara berperan memberikan pelayanan demi kesejahteraan rakyat dengan sistem peradilan yang baik dan sistem pemerintahan yang dapat dipertanggungjawaban kepada publik. Meruju pada 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan. Dalam pembangunan ekonomi, lingkungan, dan pembangunan manusia. Good governance menyentuh 3 (tiga) pihak yaitu pihak pemerintah (penyelenggara negara), pihak korporat atau dunia usaha (penggerak ekonomi), dan masyarakat sipil (menemukan kesesuaiannya). Ketiga pihak tersebut saling berperan dan mempengaruhi dalam penyelenggaraan negara yang baik. Sinkronisasi dan harmonisasi antar pihak tersebut menjadi jawaban besar. Namun dengan keadaan Indonesia saat ini masih sulit untuk bisa terjadi (Efendi, 2005).

Dengan berbagai statement negatif yang dilontarkan terhadap pemerintah atas keadaan Indonesia saat ini. Banyak hal mendasar yang harus diperbaiki, yang berpengaruh terhadap clean and good governance, diantaranya (Efendi, 2005):
1.    Integritas Pelaku Pemerintahan
Peran pemerintah yang sangat berpengaruh, maka integritas dari para pelaku pemerintahan cukup tinggi tidak akan terpengaruh walaupun ada kesempatan untuk melakukan penyimpangan misalnya korupsi.
2.    Kondisi Politik dalam Negeri
Jangan menjadi dianggap lumrah setiap hambatan dan masalah yang dihadirkan oleh politik. Bagi terwujudnya good governance konsep politik yang tidak/kurang demokratis yang berimplikasi pada berbagai persoalan di lapangan. Maka tentu harus segera dilakukan perbaikan.
3.    Kondisi Ekonomi Masyarakat
Krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh.
4.    Kondisi Sosial Masyarakat
Masyarakat yang solid dan berpartisipasi aktif akan sangat menentukan berbagai kebijakan pemerintahan. Khususnya dalam proses penyelenggaraan pemerintahan yang merupakan perwujudan riil good governance. Masyarakat juga menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan. Namun jika masyarakat yang belum berdaya di hadapan negara, dan masih banyak timbul masalah sosial di dalamnya seperti konflik dan anarkisme kelompok, akan sangat kecil kemungkinan good governance bisa ditegakkan. 
5.    Sistem Hukum
Menjadi bagian yang tidak terpisahkan disetiap penyelenggaraan negara. Hukum merupakan faktor penting dalam penegakan good governance. Kelemahan sistem hukum akan berpengaruh besar terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Good governanance tidak akan berjalan dengan baik di atas sistem hukum yang lemah. Oleh karena itu penguatan sistim hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance.

Mencari orang yang jujur dan memilik integritas tinggi sama halnya dengan mencari jarum dalam tumpukan jerami. Memilih aparatur atau pelaku pemerintahan yang unggul akan berpengaruh baik dengan penyelenggaraan negara. Korupsi yang masih tetap eksis sampai saat ini adalah salahsatu faktor yang mempersulit dicapainya good governance. Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) menjadi agenda wajib yang tidak pernah lelah untuk dilakukan. Inilah satu hal yang tidak boleh dilewatkan untuk mencapai pemerintahan yang baik. 
Mencegah (preventif) dan menanggulangi (represif) adalah dua upaya yang dilakukan. Pencegahan dilakukan dengan memberi jaminan hukum bagi perwujudan pemerintahan terbuka (open government). Jaminan kepada hak publik seperti hak mengamati perilaku pejabat, hak memperoleh akses informasi, hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan hak mengajukan keberatan bila ketiga hak di atas tidak dipenuhi secara memadai. Jaminan yang diberikan jika memang benar-benar bisa disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat (Hardjasoemantri, 2003).
       2.7       Good governance sebagai upaya untuk mencapai Good Government
Good governance sebagai upaya untuk mencapai pemerintahan yang baik maka harus memiliki beberapa bidang yang dilakukan agar tujuan utamanya dapat dicapai, yang meliputi (Efendi, 2005):
1.  Politik
Politik merupakan bidang yang sangat riskan dengan lahirnya msalah karena seringkali menjadi penghambat bagi terwujudnya good governance. Konsep politik yang kurang bahkan tidak demokratis yang berdampak pada berbagai persoalan di lapangan. Krisis politik yang saat ini terjadi di Indonesia dewasa ini tidak lepas dari penataan sistem politik yang kurang demokratis. Maka perlu dilakukan pembaharuan politik yang menyangkut berbagai masalah penting seperti:
a.    UUD NRI 1945 yang merupakan sumber hukum dan acuan pokok penyelenggaraan pemerintahan maka dalam penyelenggaraannya harus dilakukan untuk mendukung terwujudnya good governance. Konsep good governance itu dilakukan dalam pemilihan presiden langsung, memperjelas susunan dan kedudukan MPR dan DPR, kemandirian lembaga peradilan, kemandirian kejaksaan agung dan penambahan pasal-pasal tentang hak asasi manusia.
b.    Perubahan UU Politik dan UU Keormasan yang lebih menjamin partisipasi dan mencerminkan keterwakilan rakyat.
c.    Reformasi agraria dan perburuhan.
d.    Mempercepat penghapusan peran sosial politik TNI.
e.    Penegakan supremasi hokum.

2.  Ekonomi
Ekonomi Indonesia memang sempat terlepas dari krisis global yang bahkan bisa menimpa Amerika Serikat. Namun keadaan Indonesia saat ini masih terbilang krisis karena masih banyaknya pihak yang belum sejahtera dengan ekonomi ekonomi rakyat. Hal ini dikarenakan krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh. Permasalahan krisis ekonomi di Indonesia masih berlanjut sehingga perlu dilahirkan kebijakan untuk segera .

3.  Sosial
Masyarakat yang sejahtera dengan terwujudnya setiap kepentingan masyarakat yang tercover dalam kepentingan umum adalah perwujudan nyata good governance. Masyarakat selain menuntut perealisasikan haknya tetapi juga harus memikirkan kewajibannya dengan berpartisipasi aktif dalam menentukan berbagai kebijakan pemerintahan. Hal ini sebagai langkah nyata menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan. Namun keadaan Indonesia saat ini masih belum mampu memberikan kedudukan masyarakat yang berdaya di hadapan negara. Karena diberbagai bidang yang didasari kepentingan sosial masih banyak timbul masalah sosial. Sesuai dengan UUD NRI Pasal 28 bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Masyarakat diberikan kesempatan untuk membentuk golongan dengan tujuan tertentu selama tidak bertentangan dengan tujuan negara. Namun konflik antar golongan yang masih sering terjadi sangat kecil kemungkinan good governance bisa ditegakkan. Maka good governance harus ditegakkan dengan keadaan masyarakat dengan konflik antar golongan tersebut.

4.  Hukum
Dalam menjalankan pemerintahan pejabat negara memakai hukum sebagai istrumen mewujudkan tujuan negara. Hukum adalah bagian penting dalam penegakan good governance. Setiap kelemahan sistem hukum akan memberikan influence terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan, karena good governanance tidak akan dapat  berjalan dengan baik dengan hukum yang lemah. Penguatan sistem hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance. Hukum saat ini lebih dianggap sebagai komiditi daripada lembaga penegak keadilan dan kalangan kapitalis lainnya. Kenyataan ini yang membuat ketidakpercayaan dan ketidaktaatan pada hukum oleh masyarakat.

       2.8       Manfaat Good Governance
1)      Berkurangnya secaranyata praktik KKN di birokrasi yang antara lain ditunjukan hal hal berikut :
§  Tidak adanya manipulasi pajak.
§  Tidak adanya pungutan liar.
§  Tidak adanya manipulasi tanah
§  Tidak adanya manipulasi kredit.
§  Tidak adanya penggelapan uang Negara.
§  Tidak adanya Pemalsuan dokumen.
§  Tidak adanya pembayaran fiktif.
§  Proses pelelangan (tender) berjalan dengan fair.
§  Tidak adanya penggelembungan nilai kontrak (mark up).
§  Tidak adanya uang komisi.
§  Tidak adanya penundaan pembayaran kepada rekanan
§  Tidak adanya kelebihan pembayaran
§  Tidak adanya ketekoran biaya.
2)      Terciptanya Sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintah yang bersih, efisien, efectif, transparan, professional dan akuntable.
§  Sistem kelembagaan lebih efektif, ramping, fleksibel.
§  Kualitas tata laksana dan hubungan kerja antarlembaga di pusat dan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota lebih baik.
§  Sistem Administrasi pendukung dan kearsipan lebih efektif dan efisien.
§  Dokumen/arsip Negara dapat di selamatkan, dilestarikan dan terpelihara.

3)      Terhapusnya peraturan perundang-undangan dan tindakan yang bersifat diskriminatif terhadap warganegara, kelompok, atau golongan masyarakat.
§  Kualitas pelayanan kepada masyarakat dan dunia usaha swasta meningkat.
§  Sumber daya manusia, prasarana dan fasilitas pelayanan menjadi lebih baik.
§  Berkurangnya hambatan terhadap penyelenggaraan pelayanan public.
§  Prosedur dan mekanisme serta biaya yang di perlukan dalam pelayanan publik lebih baku dan jelas.
§  Penerapan system merit dalam pelayanan.
§  Pemanfaatan tekhnologi informasi dan komunikasi dalam pelayanan public.
§  Penangan pengaduan masyarakat lebih intensif.

4)      Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilkan kebijakan public.
Berjalannya mekanisme dialog dan musyawarah terbuka dengan masyarakat dalam perumusan program dan kebijakan layanan public (seperti forum konsultasi public).

5)      Terjaminnya konsistensi dan kepastian hokum seluruh peraturan perundang undangan, baik ditingkat pusat maupun daerah.
§  Hukum Menjadi landasan bertindak bagi aparatur pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkan pelayanan publik yang baik.
§  Kalangan dunia usaha swasta akan meraa lebih aman dan terjamin ketika menanamkan modan dan menjalankan usahanya karena ada aturan main (rule of the game yang tegas, jelas dan mudah di pahami oleh masyarakat.
§  Tidak akan ada kebingungan di kalangan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugasnya serta berkurangnya konflik antar pemerintah daerah serta anatara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.


3 komentar: