BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Good Government
Good
government adalah suatu kesepakatan menyangkut pengaturan negara yang
diciptakan bersama oleh pemerintah, masyarakat madani, dan swasta. Good
government juga merupakan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
pemegang saham, pengurus (pengelola perusahaan), pihak kreditur, pemerintah,
karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang
berkaitan dengan hak-hak atau kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu
system yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.
2.2 Maksud dan Tujuan Good Government
Menggunakan
dan melaksanakan kewenangan politik, ekonomi dan administratif agar dapat
diselenggarakan dengan baik. Oleh sebab itu dalam prakteknya, konsep good
government harus ada dukungan komitmen dari semua pihak yaitu negara
(state)/pemerintah (government), swasta (private) dan masyarakat (society).
2.3 Manfaat good government
Manfaat dari good government adalah :
1.
Mendorong tercapainya kesinambungan
perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asa transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi, serta kesetaraan dan kewajaran.
2.
Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung
jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama
di sekitar perusahaan.
3.
Meningkatkan daya saing perusahaan secara
nasional maupun internasional sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang
dapat mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang
berkesinambungan.
2.4 Pengertian Good Governance
Good Governance sebagai
kriteria Negara-negara yang baik dan berhasil dalam pembangunan, bahkan
dijadikan semacam kriteria untuk memperoleh kemampuan bantuan optimal dan Good Governance dianggap
sebagai istilah standar untuk organisasi publik hanya dalam arti pemerintahan.
Secara konseptual “good” dalam bahasa Indonesia “baik” dan “Governance”
adalah “kepemerintahan”. Menurut LAN (Lembaga Administrasi Negara) dalam
Sedarmayanti (2008:130) mengemukakan arti good dalam good governance mengandung dua arti:
1.
Nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan
/ kehendak rakyat dan nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat yang dalam
pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan
keadilan sosial.
2.
Aspek-aspek fungsional dari pemerintahan
efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Berbagai pendapat yang dikemukakan para ahli
dalam memahami arti good
governance:
1.
Robert Charlick dalam Pandji Santosa
(2008:130) mendefinisikan good
governance sebagai pengelolaan segala macam urusan publik secara
efektif melalui pembuatan peraturan dan atau kebijakan yang baik demi untuk
mempromosikan nilai-nilai kemasyarakatan.
2.
Bintoro Tjokroamidjojo memandang Good Governance sebagai “Suatu
bentuk manajemen pembangunan, yang juga disebut sebagai administrasi
pembangunan, yang menempatkan peran pemerintah sentral yang menjadi Agent
of change dari suatu masyarakat berkembang atau develoving didalam
negara berkembang” efisien dan efektif dengan menjaga kesinergian interaksi
yang konstruktif diantara domaindomain negara, sektor swasta, dan masyarakat.
3.
Menurut Bank Dunia (World Bank), Good governance merupakan cara
kekuasaan yang digunakan dalam mengelola berbagai sumber daya sosial dan
ekonomi untuk pengembangan masyarakat (Mardoto, 2009).
4.
Menurut UNDP (United National Development
Planning), Good governance merupakan praktek penerapan kewenangan pengelolaan
berbagai urusan. Penyelenggaraan negara secara politik, ekonomi dan
administratif di semua tingkatan. Dalam konsep di atas, ada tiga pilar good
governance yang penting, yaitu:
a.
Kesejahteraan rakyat (economic governance).
b.
Proses pengambilan keputusan (political
governance).
c.
Tata laksana pelaksanaan kebijakan (administrative
governance) (Prasetijo, 2009).
Berdasarkan
uraian pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa good governance adalah proses
penyelenggaraan pemerintahan Negara yang solid dan bertanggung jawab, serta
efisien dan efektif dengan menjaga kesinergian interaksi yang konstruktif
diantara berbagai sumber daya dalam negara, sektor swasta, dan masyarakat.
2.5 Prinsip-Prinsip
Dan Karakteristik Dasar Good
Governance
a. Prinsip-Prinsip Dasar Good Governance
Untuk meralisasikan pemerintahan yang
professional dan akuntabel yang bersandar pada prinsip-prinsip good governance Lembaga
Administrasi Negara (LAN) dan Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI)
merumuskan sembilan aspek fundamental (Asas) dalam good
governance yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
1. Partisipasi (Participation)
Asas
partisipasi adalah bentuk keikutsertaan warga masyarakat dalam pengambilan
keputusan.Bentuk keikutsertaan dibagun berdasarkan prinsip demokrasi yakni
kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat secara konstruktif.
Menurut
Jewell dan Siegall (1998:67) partisipasi adalah keterlibatan anggota organisasi
didalam semua kegiatan organisasi.Di lain pihak Handoko (1998:31) menyatakan
partisipasi merupakan tindakan dan pengawasan kegiatan di dalam organisasi.
Semua
warga negara berhak terlibat dalam keputusan, baik langsung maupun melalui
lembaga perwakilan yang sah untuk mewakili kepentingan mereka. Paradigma
birokrasi sebagai center for public harus diikuti dengan berbagai aturan
sehingga proses sebuah usaha dapat dilakukan dengan baik dan efisien, selain
itu pemerintah juga harus menjadi public server dengan memberikan pelayanan
yang baik, efektive, efisien, tepat waktu serta dengan biaya yang murah,
sehingga mereka memiliki kepercayaan dari masyarakat. Partisipasi masyarakat
sangat berperan besar dalam pembangunan, salah satunya diwujudkan dengan pajak.
2. Penegakan Hukum (Rule of Law)
Penegakan hukum adalah pengelolaan pemerintah yang
profesional dan harus didukung oleh penegakan hukum yang berwibawa.Penegakan
hukum sangat berguna untuk menjaga stabilitas nasional. Karena suatu hukum
bersifat tegas dan mengikat.Sehubungan dengan itu,santosa (2001:87)menegaskan,
bahwa Perwujudan good governance harus di imbangi dengan komitmen pemerintah
untuk menegakkan hukum yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
a. Supremasi Hukum, yakni setiap tindakan
unsur-unsur kekuasaan negara dan peluang partisipasi masyarakat dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara didasarkan pada hukum
peraturan yang jelas dan dijamin pelaksanaannya secara benar serta
independen.
b. Kepastian hukum, bahwa setiap kehidupan
berbangsa dan bernegara diatur oleh hukum yang jelas dan pasti, tidak duplikasi
dan tidak bertentangan antara satu dengan lainnya.
c. Hukum yang responsive, yakni aturan-aturan
hukum disusun berdasarkan aspirasi masyarakat luas, dan mampu mengakomodasi
berbagai kebutuhan publik secara adil.
d. Penegakan hukum yang konsisten dan
nondiskriminatif, yakni penegakan hukum yang berlaku untuk semua orang tanpa
pandang bulu jabatan maupun status sosialnya sebagai contoh aparat penegak hukum
yang melanggar kedisiplinan dan hukum wajib dikenakan sanksi.
e. Independensi peradilan, yakni peradilan yang
independen bebas dari pengaruh penguasa atau pengaruh lainnya.
Sayangnya, di negara kita independensi peradilan belum begitu baik dan
dinodai oleh aparat penegak hukum sendiri, sebagai contoh kecilnya yaitu kasus
suap jaksa.
3. Transparasi (Transparency)
Transparasi
adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil oleh
pemerintah (Notodisoerjo,2002:129).Dengan adanya transparasi maka pemerintah
memajukan kinerjanya sebgai tolak ukur dan informasi bagi masyarakat di
pemerintahan.
Menurut
Jeff dan Shah (1998:68) indicator yang dapat digunakan untuk mengukur
trasparasi yaitu: Bertamabahnya wawasan dan pengetahuan masyarakat terhadap
penyelenggaraan pemerintah.
Akibat tidak adanya prinsip transparansi ini bangsa
indonesia terjebak dalam kubangan korupsi yang sangat parah. Salah satu yang
dapat menimbulkan dan memberi ruang gerak kegiatan korupsi adalah manajemen pemerintahan
yang tidak baik. Dalam pengelolaan negara, Goffer berpendapat bahwa
terdapat delapan unsur yang harus dilakukan secara transparasi, yaitu :
a. Penetapan posisi dan jabatan.
b. Kekayaan pejabat publik.
c. Pemberian penghargaan.
d. Penetapan kebijakan yang terkait dengan
pencerahan kehidupan.
e. Kesehatan.
f. Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan
publik.
g. Keamanan dan ketertiban.
h. Kebijakan strategis untuk pencerahan
kehidupan masyarakat.
Dalam
hal penepatan posisi jabatan public harus dilakukan melalui mekanisme test
and proper test (uji kelayakan) yang dilakukan oleh lembaga-lembaga
independen,seperti komisi yudisial,komisi kepolisian,komisi pajak dan
sebagainya.
4. Responsif (Responsiveness)
Asas responsif adalah bahwa pemerintah harus tanggap terhadap
persoalan-persoalan masyarakat secara umum.Pemerintah harus memenuhi kebutuhan
masyarakatnya, bukan menunggu masyarakat menyampaikan aspirasinya, tetapi
pemerintah harus proaktif dalam mempelajari dan mengalisa
kebutuhan-kebutuhan masyarakat.Jadi setiap unsur pemerintah harus memiliki dua
etika yaitu etika individual yang menuntut pemerintah agar memiliki kriteria
kapabilitas dan loyalitas profesional.Dan etika sosial yang menuntut pemerintah
memiliki sensitifitas terhadap berbagai kebutuhan pubik.Orientasi kesepakatan
atau Konsensus (Consensus Orientation).
Asas konsensus adalah bahwa setiap keputusan apapun harus
dilakukan melalui proses musyawarah. Cara pengambilan keputusan secara
konsensus akan mengikat sebagian besar komponen yang bermusyawarah dalam
upaya mewujudkan efektifitas pelaksanaan keputusan. Semakin banyak yang
terlibat dalam proses pengambilan keputusan maka akan semakin banyak aspirasi
dan kebutuhan masyarakat yang terwakili selain itu semakin banyak yang
melakukan pengawasan serta kontrol terhadap kebijakan-kebijakan umum maka akan
semakin tinggi tingkat kehati-hatiannya dan akuntanbilitas pelaksanaannya dapat
semakin di pertanggungjawabkan.
5. Konsesus (consesus)
Pengambilan
keputusan adalah salah satu asas yang fundamental yang harus di perhatikan oleh
pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugasnya untuk mencapai tujuangood
governance.Pengambilan keputusan secara konsessus yakni mengambil keputusan
melaui proses musyawarah dan semaksimal mungkin berdasarkan kesepakatan bersama.
Prinsip ini menyatakan bahwa keputusan apapun harus
dilakukan melalui proses musyawarah melalui konsesus. Model pengambilan
keputusan tersebut, selain dapat memuaskan sebagian besar pihak, juga akan
menjadi keputusan yang mengikat dan milik bersama, sehingga akan memiliki
kekuatan memaksa bagi semuakomponen yang terlibat untuk melaksanakan keputusan
tersebut.
Pelaksanaan prinsip pada praktiknya sangat terkait dengan
tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemerintahan,
kulturaldemokrasi,serta tata aturan dalam kegiatan pengambilan kebijakan yang
berlaku dalam sebuah system.
Paradigma ini perlu dilakukan dalam konteks pelaksanaan
pemerintahan, karena urusan yang mereka kelola adalah persoalan-persoalan
public yang harus di pertanggung jawabkan kepada masyarakat.
6. Kesetaraan (equity)
Asas
kesetaraan yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan.Asas ini dikembangkan
berdasarkan sebuah kenyataan bahwa bangsa Indonesia ini tergolong bangsa yang
prural,baik dari segi etnik,agama dan budaya.prulalisme ini tentu saja pada
satu etnis dapat memicu masalah apabila dimanfaatkan dalam konteks kepentingan
sempit seperti primordialisme,egoism,dan sebagainya.Karena prinsip kesetaraan
harus diperhatikan agar tidak memicu akses yang tidak diinginkan dalam
penyelenggaraan pemerintah.
Asas
kesetaraan dan keadilan adalah kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan
publik.Pemerintah harus bersikap dan berprilaku adil dalam memberikan pelayanan
terhadap publik tanpa mengenal perbedaan kedudukan, keyakinan, suku, dan kelas
sosial.
Clean and good governance juga harus didukung dengan
asas kesetaraan, yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan. Asas ini harus
diperhatikan secara sungguh-sungguh oleh semua penyelenggara pemerintahan di
Indonesia karena kenyatan sosiologis bangsa kita sebagai bangsa yang majemuk,
baik etnis, agama, dan budaya.
7. Efektivitas (Effectifeness) dan Efisiensi
(Efficiency)
Efisiensi berkaitan dengan penghematan keuangan,
sedangkan Efiktifitas berkaitan dengan ketepatan cara yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah (Handoko,1998:23).Menurut Jeff dan Shah (1998:7)
indikator yang dapat digunakan untuk mengukur efisiensi dan efiktifitas,yaitu
Efisiensi: Meningkatnya kesejahteraan dan nilai tambah dari pelayanan
masyarakat, berkurangnya penyimpanan pembelanjaan, berkuragnya biaya
operasioanal pelayanan dan mendapatkan ISO pelayanan.
Eviktivitas: Meningkatnya masukan dari masyarakat
terhadap penyimpangan (Kebocoran, Pemborosan, Penyalahgunaan wewenang dan
sebagainya) melalui media massa dan berkurangnya pentimpangan.
Konsep efektivitas dalam sektor kegiatan-kegiatan
publik memiliki makna ganda, yakni efektivitas dalam pelaksanan proses-proses
pekerjaan, baik oleh pejabat publik maupun partisipasi masyarakat, dan kedua,
efektivitas dalam konteks hasil, yakni mampu membrikan kesejahteraan pada
sebesar-besarnya kelompok dan lapisan sosial.Kriteria efektif dan efisien yaitu
pemerintah harus berdaya guna dan berhasil guna. Kriteria efektivitas biasanya
diukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau sebesar-besarnya
kepentingan masyarakat dari berbagai kelopok dan lapisan sosial.Sedangkan asas
efisiensi umumnya diukur dengan rasionalitas biaya pembangunan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat.Semakin kecil biaya yang dipakai untuk mencapai tujuan dan
sasaran maka pemerintah dalam kategori efisien.
8. Akuntabilitas (Accountability)
Asas akuntabilitas adalah pertanggungjawaban pejabat
publik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi
kepentingan mereka.,di sisi lain Akuntabilitas adalah kemampuan untuk
mempertanggung jawabkan semua tindakan dan kebijaksanaan yang telah ditemapuh
(mardiasmo,2001:251).
Menurut Jeff dan Shah (1998:70) Indikator yang daqpt
digunakan untuk mengukur akuntabilitas, yaitu meningktnya kepercanyaan dan
kepuasan masyarakat terhadapa pemerintah, tumbuhnya kesadaran masyarakat,
meningkatnya keterwakilan berdasarkan pilihan dan kepentingan masyarakat, dan
berkurangnya kasus-kasus KKN.
Setiap pejabat publik dituntut untuk mempertanggungjawabkan
semua kebijakan, perbuatan, moral, maupun netralitas sikapnya terhadap
masyarakat.Inilah yang dituntut dalam asas akuntabilitas dalam upaya menuju
pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
9. Visi Strategis
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk
menghadapi masa yang akan datang. Tidak sekedar memiliki agenda strategis untuk
masa yang akan datang, seseorang yang memiliki jabatan publik atau lembaga
profesional lainnya, harus memiliki kemampuan menganalisa persoalan dan
tantangan yang akan dihadapi oleh lembaga yang dipimpinnya.
Bangsa-bangsa yang tidak memiliki sensitifitas terhadap
perubahan serta perdiksi perubahan kedepan,tidak saja tertinggal oleh bangsa
lain di dunia,tapi juga akan terperosok pada akumulasi kesulitan, sehingga
proses recoverynya tidak mudah.Salah satu contoh,Kecerobohan bangsa
Indonesia dalam menerapkan kebijakan devisa bebas di era 1980-an, dan memberi
peluang pada sector swasta untuk melakukan direct loan (pinjaman
langsung) terhadap berbagai lembaga keuangan di luar negeri,dengan tanpa
perhitungan jadwal pembayaran yang rasional telah mengakibatkan krisis keuangan
di akhir 1990-an yang mengakibatkan nilai tukar dolar meningkat dan kurs rupiah
anjlok.Aspek lain yang lebih penting dalam konteks pandangan strategi untuk
masa ytuang akan datang,adalah perumusan-perumusan blueprint
design kehidupan ekonomi, social dan budaya untuk sekian tahun kedepan
yang ahrus dirancang dan dikerjakan sejak sekarang.
Untuk mewujudkan cita good governance dengan
asas-asas fundamental sebagaimana telah dipaparkan,setidaknya harus melakukan
lima aspek prioritas,yakni:
1.
Penguatan
Fungsi dan Peran Lembaga Perwakilan
2.
Kemandirian
Lembaga Peradilan
3.
Aparatur
Pemerintah yang Professional dan Penuh Integritas
4.
Masyarakat
Madani (Civil Society) yang Kuat dan Partisipatif
5.
Penguatan
Upanya Otonomi Daerah.
b. Karakteristik Dasar Good Governance
Ada tiga karakteristik dasar good governance, yaitu :
1.
Diakuinya
semangat pluralisme.
Artinya,
pluralitas telah menjadi sebuah keniscayaan yang tidak dapat dielakkan sehingga
mau tidak mau, pluralitas telah menjadi suatu kaidah yang abadi. Dengan kata
lain, pluralitas merupakan sesuatu yang kodrati (given) dalam kehidupan.
Pluralisme bertujuan mencerdaskan umat melalui perbedaan konstruktif dan dinamis,
dan merupakan sumber dan motivator terwujudnya kreativitas yang terancam
keberadaannya jika tidak terdapat perbedaan. Satu hal yang menjadi catatan
penting bagi kita adalah sebuah peradaban yang kosmopolit akan tercipta apabila
manusia memiliki sikap inklusif dan kemampuan (ability) menyesuaikan diri
terhadap lingkungan sekitar. Namun, dengan catatan, identitas sejati atas
parameter-parameter otentik agama tetap terjaga. baik terhadap saudara sesama
agama maupun terhadap umat agama lain.
2.
Tingginya
sikap toleransi
Secara
sederhana, Toleransi dapat diartikan sebagai sikap suka mendengar dan
menghargai pendapat dan pendirian orang lain. Senada dengan hal itu, ’’Quraish
Shihab’’ menyatakan bahwa agama tidak semata-mata mempertahankan kelestariannya
sebagai sebuah agama, namun juga mengakui eksistensi agama lain dengan
memberinya hak hidup, berdampingan, dan saling menghormati.
3.
Tegaknya
prinsip demokrasi.
Demokrasi
bukan sekadar kebebasan dan persaingan, demokrasi juga merupakan suatu pilihan
untuk bersama-sama membangun dan memperjuangkan perikehidupan warga dan
ma-syarakat yang semakin sejahtera. Masyarakat madani mempunyai ciri-ciri
ketakwaan yangtinggi kepada Tuhan, hidup berdasarkan sains dan teknologi,
berpendidikan tinggi, menga-malkan nilai hidup modern dan progresif,
mengamalkan nilai kewarganega-raan, akhlak, dan moral yang baik, mempunyai
pengaruh yang luas dalam proses membuat keputusan, serta menentukan nasib masa
depan yang baik melalui kegiatan sosial, politik, dan lembaga masyarakat.
2.6 Pilar-Pilar
Good Governance
Good governance hanya bermakna bila
keberadaannya ditopang oleh lembaga yang melibatkan kepentingan publik .jenis
lembaga tersebut adalah :
a.
Negara
1)
Menciptakan
kondisi politik, ekonomi dan sosial yang stabil.
2)
Membuat
peraturan yang efektif dan berkeadilan
3)
Menyediakan
public service yang efektifdan accountable
4)
Menegakkan
HAM
5)
Melindungi
lingkungan hidup
b.
Sektor
Swasta
1)
Menjalankan
industry
2)
Menciptakan
lapangan kerja
3)
Menyediakan
insentif bagi karyawan
4)
Meningkatkan
standar hidup masyarakat
5)
Memilahara
lingkungan hidup
6)
Menaati
peraturan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat
7)
Menyediakan
kredit bagi pengembangan HAM
c.
Masyarakat
Madani
1)
Menjaga
agar hak-hak masyarakat terlindungi
2)
Mempengaruhi
kebijakan public
3)
Sebagai
sarana cheks dan balances pemerintah
4)
Mengawasi
penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah
5)
Mengembangkan
SDM
6)
Sarana
berkomunikasi antara anggota masyarakat
2.1 Latar belakang Good Governance di Indonesia
Transformasi government sepanjang abad ke-20
pada awalnya ditandai dengan konsolidasi pemerintahan demokratis (democratic
government) di dunia Barat. Tahap II berlangsung pada pasca Perang Dunia I,
diindikasikan dengan semakin menguatnya peran pemerintah. Pemerintah mulai
tampil dominan, yang melancarkan regulasi politik, redistribusi ekonomi dan
kontrol yang kuat terhadap ruang-ruang politik dalam masyarakat. Peran negara
pada tahap ini sangat dominan untuk membawa perubahan sosial dan pembangunan
ekonomi. Tahap III, terjadi pada periodisasi tahun 1960-an sampai 1970-an, yang
menggeser perhatian ke pemerintah di negara-negara Dunia Ketiga. Periode
tersebut merupakan perluasan proyek developmentalisme (modernisasi) yang
dilakukan oleh dunia Barat di Dunia Ketiga, yang mulai melancarkan pendalaman
kapitalisme. Pada periode tersebut, pendalaman
kapitalisme itu diikuti oleh kuatnya negara dan hadirnya rezim otoritarian di
kawasan Asia, Amerika Latin dan Afrika. Modernisasi mampu mendorong pembangunan
ekonomi dan birokrasi yang semakin rasional, partisipasi politik semakin
meningkat, serta demokrasi semakin tumbuh berkembang merupakan asumsi
perspektif Barat yang dimanifestasikan dalam tahapan tersebut. Perspektif ini
kemudian gugur, karena pembangunan ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin
diikuti oleh meluasnya rezim otoritarian yang umumnya ditopang oleh aliansi
antara militer, birokrasi sipil dan masyarakat bisnis internasional (Bourgon,
2011). Tahap IV, ditandai dengan krisis ekonomi dan finansial negara yang
melanda dunia memasuki dekade 1980-an. Krisis
ekonomi juga dihadapi Indonesia
yang ditandai dengan anjloknya harga minyak tahun 1980-an. Krisis ekonomi pada
periode 1980-an mendorong munculnya cara pandang baru terhadap pemerintah.
Pemerintah dimaknai bukan sebagai solusi terhadap problem yang dihadapi,
melainkan justru sebagai akar masalah krisis. Karena itu pada masa ini
berkembang pesat “penyesuaian struktural”, yang lahir dalam bentuk deregulasi,
debirokratisasi, privatisasi, pelayanan publik berorientasi pasar.
Berkembangnya isu-isu baru ini menandai kemenangan pandangan neoliberal yang
sejak lama menghendaki peran negara secara minimal, dan sekaligus kemenangan
pasar dan swasta. Tahap V, adalah era 1990-an, dimana proyek demokratisasi
(yang sudah dimulai dekade 1980-an) berkembang luas seantero jagad. Pada era
ini muncul cara pandang baru terhadap pemerintahan, yang ditandai munculnya
governance dan good governance. Perspektif yang berpusat pada government
bergeser ke perspektif governance. Sejumlah lembaga donor seperti IMF dan World
Bank dan para praktisi pembangunan internasional yang justru memulai
mengembangkan gagasan governance dan juga good governance.
Sebagai reaksi terhadap krisis pada tahun
1985, Secretary of the Treasury Amerika Serikat, James Baker menginisiasi
sebuah kebijakan baru, yaitu Structural Adjustment Program (SAP). Kebijakan ini
berbasis pada Washington Consensus. Berdasarkan kebijkana baru ini,
Negara-negara yang ingin mendapatkan utang dari IMF dan Bank Dunia harus
berkomitmen untuk melakukan re-strukturisasi atau perubahan dalam kebijakan
ekonomi makro mereka, yang berarah pada ekonomi yang berorientasi ekspor
(export-led growth), mengurangi peranan Negara dalam ekonomi (good governance),
dan privatisasi sector-sektor publik (Gilpin, 2001 :314).
Bank Dunia sendiri dalam mempromosikan good
governance di Indonesia melalui tiga pintu yaitu CGI (Consultative Group on
Indonesia), Kemitraan untuk Pembaruan Tata Pemerintahan (Partnership for
Governance Reform) dan Justice for the Poor. Dalam forum
tahunan CGI, Bank Dunia memimpin dan memiliki kekuasaan untuk mengarahkan
kebijakan ekonomi (termasuk desakan pembentukan peraturan perundang-undangan).
Ini bisa terjadi karena pemerintah masih menerima kucuran utang sehingga
prasyarat utang tersebut harus dipenuhi sebagai kompensasinya. Sedangkan Bank
Dunia pula bekerja secara dekat dengan UNDP dan ADB sebagai sponsor dana utama
untuk Partnership for Governance Reform. Melalui forum kelompok
multi-stakeholder di Kemitraan ini, Bank Dunia telah terlibat aktif dalam
membuat kerangka kerja hukum untuk pembangunan (legal framework for
development), seperti pembaruan peradilan, pembaruan hukum, dan pembentukan
lembaga pemerintahan baru. Pengaruh besar kemitraan ini adalah justru peran
hegemoninya sebagai lembaga dana untuk proyek-proyek governance yang dijalankan
oleh tidak saja lembaga negara, namun juga organisasi non-pemerintah. Sedangkan
Justice for the Poor adalah sebuah institusi yang baru-baru saja dikreasi Bank
Dunia dalam mempromosikan pengurangan kemiskinan di Indonesia, khususnya sebuah
strategi pemberdayaan untuk kaum miskin melalui bantuan hukum.
Bagi Bank Dunia, program-program pemberdayaan
hukum dan penyadaran hukum merupakan hal penting dalam mewujudkan kaum miskin
atas akses keadilan. Dalam urusan pemantauan korupsi, Bank Dunia sendiri
memilih menfokuskan lebih banyak pada proyek-proyek yang didanainya sendiri,
semacam Proyek Pengembangan Kecamatan (PPK). Proyek pembaruan
ketatapemerintahan melalui good governance cenderung untuk melayani promosi
konsensus pembaruan sosial dan ekonomi, khususnya dengan mengaplikasikan
pemberdayaan teknokratik dan bahasa liberal partisipasi. Di titik ini,
diskursus dan arah kecenderungan hak-hak asasi manusia lebih menyesuaikan
dengan liberalisasi pasar. Inilah yang disebut “market friendly human rights
paradigm‟ (paradigma hak-hak asasi manusia yang ramah pasar). Muncul dan
berperannya Justice for the Poor di Indonesia adalah tak terpisahkan dengan
program global dalam Poverty Reduction Strategy Papers (PRSPs) yang disponsori
Bank Dunia. PRSPs telah mengaplikasikan proyek dan mekanisme seragam untuk
berbagai persoalan kemiskinan di negara ketiga. PRSPs yang demikian harus
diimplementasikan sebagai kondisi untuk menerima pinjaman. Berdasarkan laporan
Focus on Global South yang bermarkas di Bangkok, PRSPs telah mempromosikan
kebijakan-kebijakan berorientasikan pasar, perdagangan terbuka, investasi,
rezim finansial, dan mendesakkan peran negara agar menghapus
perusahaan-perusahaan milik negara.(Wiratraman 2006: 67). Kritik Good
Governance Berdasarkan uraian diatas dalam perjalanan penerapan good governance
hampir banyak negara mengasumsikannya sebagai sebuah ideal type of governance,
padahal konsep itu sendiri sebenarnya dirumuskan oleh banyak praktisi untuk
kepentingan praktis-strategis dalam rangka membangun relasi
negara-masyarakat-pasar yang baik dan sejajar.
Prinsip Good Governance sebenarnya sudah
ditanamkan pada saat Undang – Undang Dasar (UUD) 1945 pertama kali lahir.
Prinsip ini dapat dilihat dalam pembukaan UUD 1945 alenia IV. Namun pada
perkembangannya Good Governance mulai urgent dibicarakan pasca
tumbangnya rezim orde baru.
Tumbangnya rezim orde baru (atau populer
disebut masa reformasi) membuat supremasi terhadap sistem demokrasi semakin
santer. Demokrasi menjadi menjadi kata kunci dalam Good Governance.
Prinsip dasar yang kami maksud adalah tentang
prinsip musyawarah mufakat, menjunjung moralitas, bersikap terbuka,
tanggap, menjaga persatuan, berkeadilan social, bergotong-royong,
bertanggung jawab, dan berkeinginan luhur.
Hal ini sejalan dengan sembilan nilai
prinsipil dalam Good Governance. Misalnya, prinsip transparansi
yang sudah terkandung dalam prinsip musyawarah mufakat. Dimana
pengambilan keputusan dalam musyawarah mufakat lebih mengutamakan unsur
maslahat dibanding politis. Pengambilan keputusan dalam musyawarah mufakat pun
dapat diakses oleh keseluruhan stakeholder terkait.
Prinsip lain adalah akuntabilitas.
Prinsip akuntabilitas sudah terkandung dalam nilai bertanggung jawab.
Orientasi ideal
Good Governance diarahkan pada pencapaian tujuan nasional
danpemerintahan yang berfungsi ideal apabila melakukan upaya mencapai
tujuan nasional secara efektif dan efisien.
Pada Pembukaan Alenia IV UUD 1945
dinyatakan Tujuan Nasional adalah sebagai berikut;
1) Melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
2) Memajukan
kesejahteraan umum;
3) Mencerdaskan
kehidupan bangsa,
4) Ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
Dengan demikian maka Good Governance di
Indonesia, dapat didefinisikan sebagai praktek penyelenggaraan pemerintahan
yang demokratis dengan kemampuan mengelola berbagai sumberdaya sosial
dan ekonomi dengan baik untuk kepentingan rakyat Indonesia berdasarkan asas
musyawarah dan mufakat.
Sedangkan wujudnya di Indonesia berupa
Penyelenggaraan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa, efisien dan
efektif, tanggap dan bertanggungjawab, bertindak dan berpihak pada kepentingan
rakyat, serta mampu menjaga keselarasan hubungan kemitraan melalui proses
interaksi yang dinamis dan konstruktif antara pemerintah, rakyat, dan berbagai
kelompok kepentingan di dalam tata kehidupan masyarakat Indonesia berdasarkan
Pancasila.
Kemasan wujud good governance dalam paradigma
dalam negeri, terefleksi dari penekanan pokok-pokok kebijakan yang
mencakup tiga bidang, yaitu :
1) Politik: memposisikan pemerintah sebagai
fasilitator, mendorong dialogis yang interaktif, dan dorongan untuk
berkembangnya lembaga politik dan tradisi
2) Partisipasi masyarakat: mendorong prakarsa
lokal terus berkembang dan mendorong peranan maksimal lembaga kemasyarakatan;
3) Pembangunan Daerah : pengakuan kewenangan
daerah (kecuali yang dipusatkan), pemisahaan eksekutif dan legislatif daerah,
serta mengawal berkembangnya dinamika Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Memberikan tekanan orientasi regional/local, menjawab masalah kunci
daerah/wilayah, dan memperkuat kerja sama wilayah/antar daerah.
2.6 Mewujudkan
Good Governance di Indonesia
Mewujudkan konsep good governance dapat
dilakukan dengan mencapai keadaan yang baik dan sinergi antara pemerintah,
sektor swasta dan masyarakat sipil dalam pengelolaan sumber-sumber alam,
sosial, lingkungan dan ekonomi. Prasyarat minimal untuk mencapai good
governance adalah adanya transparansi, akuntabilitas, partisipasi, pemberdayaan
hukum, efektifitas dan efisiensi, dan keadilan. Kebijakan publik yang
dikeluarkan oleh pemerintah harus transparan, efektif dan efisien, serta mampu
menjawab ketentuan dasar keadilan. Sebagai bentuk penyelenggaraan negara yang
baik maka harus keterlibatan masyarakat di setiap jenjang proses pengambilan
keputusan (Hunja, 2009).
Konsep good governance dapat diartikan menjadi acuan untuk proses dan struktur hubungan politik dan sosial ekonomi yang baik.
Konsep good governance dapat diartikan menjadi acuan untuk proses dan struktur hubungan politik dan sosial ekonomi yang baik.
Human interest adalah faktor terkuat yang
saat ini mempengaruhi baik buruknya dan tercapai atau tidaknya sebuah negara
serta pemerintahan yang baik. Sudah menjadi bagian hidup yang tidak bisa
dipisahkan bahwa setiap manusia memiliki kepentingan. Baik kepentingan
individu, kelompok, dan/atau kepentingan masyarakat nasional bahkan
internasional. Dalam rangka mewujudkan setiap kepentingan tersebut selalu
terjadi benturan. Begitu juga dalam merealisasikan apa yang namanya “good
governance” benturan kepentingan selalu lawan utama. Kepentingan melahirkan
jarak dan sekat antar individu dan kelompok yang membuat sulit tercapainya kata
“sepakat”.
Good governance pada dasarnya adalah suatu
konsep yang mengacu kepada proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang
dapat dipertanggungjawabkan secara bersama. Sebagai suatu konsensus yang
dicapai oleh pemerintah, warga negara, dan sektor swasta bagi penyelenggaraan
pemerintahaan dalam suatu negara. Negara berperan memberikan pelayanan demi
kesejahteraan rakyat dengan sistem peradilan yang baik dan sistem pemerintahan
yang dapat dipertanggungjawaban kepada publik. Meruju pada 3 (tiga) pilar
pembangunan berkelanjutan. Dalam pembangunan ekonomi, lingkungan, dan
pembangunan manusia. Good governance menyentuh 3 (tiga) pihak yaitu pihak
pemerintah (penyelenggara negara), pihak korporat atau dunia usaha (penggerak
ekonomi), dan masyarakat sipil (menemukan kesesuaiannya). Ketiga pihak tersebut
saling berperan dan mempengaruhi dalam penyelenggaraan negara yang baik.
Sinkronisasi dan harmonisasi antar pihak tersebut menjadi jawaban besar. Namun
dengan keadaan Indonesia saat ini masih sulit untuk bisa terjadi (Efendi,
2005).
Dengan berbagai statement negatif yang dilontarkan terhadap pemerintah atas keadaan Indonesia saat ini. Banyak hal mendasar yang harus diperbaiki, yang berpengaruh terhadap clean and good governance, diantaranya (Efendi, 2005):
1. Integritas Pelaku Pemerintahan
Peran pemerintah yang sangat berpengaruh, maka integritas dari para pelaku pemerintahan cukup tinggi tidak akan terpengaruh walaupun ada kesempatan untuk melakukan penyimpangan misalnya korupsi.
2. Kondisi Politik dalam Negeri
Jangan menjadi dianggap lumrah setiap hambatan dan masalah yang dihadirkan oleh politik. Bagi terwujudnya good governance konsep politik yang tidak/kurang demokratis yang berimplikasi pada berbagai persoalan di lapangan. Maka tentu harus segera dilakukan perbaikan.
3. Kondisi Ekonomi Masyarakat
Krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh.
4. Kondisi Sosial Masyarakat
Masyarakat yang solid dan berpartisipasi aktif akan sangat menentukan berbagai kebijakan pemerintahan. Khususnya dalam proses penyelenggaraan pemerintahan yang merupakan perwujudan riil good governance. Masyarakat juga menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan. Namun jika masyarakat yang belum berdaya di hadapan negara, dan masih banyak timbul masalah sosial di dalamnya seperti konflik dan anarkisme kelompok, akan sangat kecil kemungkinan good governance bisa ditegakkan.
5. Sistem Hukum
Menjadi bagian yang tidak terpisahkan disetiap penyelenggaraan negara. Hukum merupakan faktor penting dalam penegakan good governance. Kelemahan sistem hukum akan berpengaruh besar terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Good governanance tidak akan berjalan dengan baik di atas sistem hukum yang lemah. Oleh karena itu penguatan sistim hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance.
Mencari orang yang jujur dan memilik integritas tinggi sama halnya dengan mencari jarum dalam tumpukan jerami. Memilih aparatur atau pelaku pemerintahan yang unggul akan berpengaruh baik dengan penyelenggaraan negara. Korupsi yang masih tetap eksis sampai saat ini adalah salahsatu faktor yang mempersulit dicapainya good governance. Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) menjadi agenda wajib yang tidak pernah lelah untuk dilakukan. Inilah satu hal yang tidak boleh dilewatkan untuk mencapai pemerintahan yang baik.
Mencegah (preventif) dan menanggulangi (represif) adalah dua upaya yang dilakukan. Pencegahan dilakukan dengan memberi jaminan hukum bagi perwujudan pemerintahan terbuka (open government). Jaminan kepada hak publik seperti hak mengamati perilaku pejabat, hak memperoleh akses informasi, hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan hak mengajukan keberatan bila ketiga hak di atas tidak dipenuhi secara memadai. Jaminan yang diberikan jika memang benar-benar bisa disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat (Hardjasoemantri, 2003).
Dengan berbagai statement negatif yang dilontarkan terhadap pemerintah atas keadaan Indonesia saat ini. Banyak hal mendasar yang harus diperbaiki, yang berpengaruh terhadap clean and good governance, diantaranya (Efendi, 2005):
1. Integritas Pelaku Pemerintahan
Peran pemerintah yang sangat berpengaruh, maka integritas dari para pelaku pemerintahan cukup tinggi tidak akan terpengaruh walaupun ada kesempatan untuk melakukan penyimpangan misalnya korupsi.
2. Kondisi Politik dalam Negeri
Jangan menjadi dianggap lumrah setiap hambatan dan masalah yang dihadirkan oleh politik. Bagi terwujudnya good governance konsep politik yang tidak/kurang demokratis yang berimplikasi pada berbagai persoalan di lapangan. Maka tentu harus segera dilakukan perbaikan.
3. Kondisi Ekonomi Masyarakat
Krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh.
4. Kondisi Sosial Masyarakat
Masyarakat yang solid dan berpartisipasi aktif akan sangat menentukan berbagai kebijakan pemerintahan. Khususnya dalam proses penyelenggaraan pemerintahan yang merupakan perwujudan riil good governance. Masyarakat juga menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan. Namun jika masyarakat yang belum berdaya di hadapan negara, dan masih banyak timbul masalah sosial di dalamnya seperti konflik dan anarkisme kelompok, akan sangat kecil kemungkinan good governance bisa ditegakkan.
5. Sistem Hukum
Menjadi bagian yang tidak terpisahkan disetiap penyelenggaraan negara. Hukum merupakan faktor penting dalam penegakan good governance. Kelemahan sistem hukum akan berpengaruh besar terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Good governanance tidak akan berjalan dengan baik di atas sistem hukum yang lemah. Oleh karena itu penguatan sistim hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance.
Mencari orang yang jujur dan memilik integritas tinggi sama halnya dengan mencari jarum dalam tumpukan jerami. Memilih aparatur atau pelaku pemerintahan yang unggul akan berpengaruh baik dengan penyelenggaraan negara. Korupsi yang masih tetap eksis sampai saat ini adalah salahsatu faktor yang mempersulit dicapainya good governance. Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) menjadi agenda wajib yang tidak pernah lelah untuk dilakukan. Inilah satu hal yang tidak boleh dilewatkan untuk mencapai pemerintahan yang baik.
Mencegah (preventif) dan menanggulangi (represif) adalah dua upaya yang dilakukan. Pencegahan dilakukan dengan memberi jaminan hukum bagi perwujudan pemerintahan terbuka (open government). Jaminan kepada hak publik seperti hak mengamati perilaku pejabat, hak memperoleh akses informasi, hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan hak mengajukan keberatan bila ketiga hak di atas tidak dipenuhi secara memadai. Jaminan yang diberikan jika memang benar-benar bisa disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat (Hardjasoemantri, 2003).
2.7 Good governance
sebagai upaya untuk mencapai Good
Government
Good governance sebagai upaya untuk
mencapai pemerintahan yang baik maka harus memiliki beberapa bidang yang
dilakukan agar tujuan utamanya dapat dicapai, yang meliputi (Efendi, 2005):
1. Politik
Politik merupakan bidang yang sangat riskan dengan lahirnya msalah karena seringkali menjadi penghambat bagi terwujudnya good governance. Konsep politik yang kurang bahkan tidak demokratis yang berdampak pada berbagai persoalan di lapangan. Krisis politik yang saat ini terjadi di Indonesia dewasa ini tidak lepas dari penataan sistem politik yang kurang demokratis. Maka perlu dilakukan pembaharuan politik yang menyangkut berbagai masalah penting seperti:
a. UUD NRI 1945 yang merupakan sumber hukum dan acuan pokok penyelenggaraan pemerintahan maka dalam penyelenggaraannya harus dilakukan untuk mendukung terwujudnya good governance. Konsep good governance itu dilakukan dalam pemilihan presiden langsung, memperjelas susunan dan kedudukan MPR dan DPR, kemandirian lembaga peradilan, kemandirian kejaksaan agung dan penambahan pasal-pasal tentang hak asasi manusia.
b. Perubahan UU Politik dan UU Keormasan yang lebih menjamin partisipasi dan mencerminkan keterwakilan rakyat.
c. Reformasi agraria dan perburuhan.
d. Mempercepat penghapusan peran sosial politik TNI.
e. Penegakan supremasi hokum.
2. Ekonomi
Ekonomi Indonesia memang sempat terlepas dari krisis global yang bahkan bisa menimpa Amerika Serikat. Namun keadaan Indonesia saat ini masih terbilang krisis karena masih banyaknya pihak yang belum sejahtera dengan ekonomi ekonomi rakyat. Hal ini dikarenakan krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh. Permasalahan krisis ekonomi di Indonesia masih berlanjut sehingga perlu dilahirkan kebijakan untuk segera .
3. Sosial
Masyarakat yang sejahtera dengan terwujudnya setiap kepentingan masyarakat yang tercover dalam kepentingan umum adalah perwujudan nyata good governance. Masyarakat selain menuntut perealisasikan haknya tetapi juga harus memikirkan kewajibannya dengan berpartisipasi aktif dalam menentukan berbagai kebijakan pemerintahan. Hal ini sebagai langkah nyata menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan. Namun keadaan Indonesia saat ini masih belum mampu memberikan kedudukan masyarakat yang berdaya di hadapan negara. Karena diberbagai bidang yang didasari kepentingan sosial masih banyak timbul masalah sosial. Sesuai dengan UUD NRI Pasal 28 bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Masyarakat diberikan kesempatan untuk membentuk golongan dengan tujuan tertentu selama tidak bertentangan dengan tujuan negara. Namun konflik antar golongan yang masih sering terjadi sangat kecil kemungkinan good governance bisa ditegakkan. Maka good governance harus ditegakkan dengan keadaan masyarakat dengan konflik antar golongan tersebut.
4. Hukum
Dalam menjalankan pemerintahan pejabat negara memakai hukum sebagai istrumen mewujudkan tujuan negara. Hukum adalah bagian penting dalam penegakan good governance. Setiap kelemahan sistem hukum akan memberikan influence terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan, karena good governanance tidak akan dapat berjalan dengan baik dengan hukum yang lemah. Penguatan sistem hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance. Hukum saat ini lebih dianggap sebagai komiditi daripada lembaga penegak keadilan dan kalangan kapitalis lainnya. Kenyataan ini yang membuat ketidakpercayaan dan ketidaktaatan pada hukum oleh masyarakat.
1. Politik
Politik merupakan bidang yang sangat riskan dengan lahirnya msalah karena seringkali menjadi penghambat bagi terwujudnya good governance. Konsep politik yang kurang bahkan tidak demokratis yang berdampak pada berbagai persoalan di lapangan. Krisis politik yang saat ini terjadi di Indonesia dewasa ini tidak lepas dari penataan sistem politik yang kurang demokratis. Maka perlu dilakukan pembaharuan politik yang menyangkut berbagai masalah penting seperti:
a. UUD NRI 1945 yang merupakan sumber hukum dan acuan pokok penyelenggaraan pemerintahan maka dalam penyelenggaraannya harus dilakukan untuk mendukung terwujudnya good governance. Konsep good governance itu dilakukan dalam pemilihan presiden langsung, memperjelas susunan dan kedudukan MPR dan DPR, kemandirian lembaga peradilan, kemandirian kejaksaan agung dan penambahan pasal-pasal tentang hak asasi manusia.
b. Perubahan UU Politik dan UU Keormasan yang lebih menjamin partisipasi dan mencerminkan keterwakilan rakyat.
c. Reformasi agraria dan perburuhan.
d. Mempercepat penghapusan peran sosial politik TNI.
e. Penegakan supremasi hokum.
2. Ekonomi
Ekonomi Indonesia memang sempat terlepas dari krisis global yang bahkan bisa menimpa Amerika Serikat. Namun keadaan Indonesia saat ini masih terbilang krisis karena masih banyaknya pihak yang belum sejahtera dengan ekonomi ekonomi rakyat. Hal ini dikarenakan krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh. Permasalahan krisis ekonomi di Indonesia masih berlanjut sehingga perlu dilahirkan kebijakan untuk segera .
3. Sosial
Masyarakat yang sejahtera dengan terwujudnya setiap kepentingan masyarakat yang tercover dalam kepentingan umum adalah perwujudan nyata good governance. Masyarakat selain menuntut perealisasikan haknya tetapi juga harus memikirkan kewajibannya dengan berpartisipasi aktif dalam menentukan berbagai kebijakan pemerintahan. Hal ini sebagai langkah nyata menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan. Namun keadaan Indonesia saat ini masih belum mampu memberikan kedudukan masyarakat yang berdaya di hadapan negara. Karena diberbagai bidang yang didasari kepentingan sosial masih banyak timbul masalah sosial. Sesuai dengan UUD NRI Pasal 28 bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Masyarakat diberikan kesempatan untuk membentuk golongan dengan tujuan tertentu selama tidak bertentangan dengan tujuan negara. Namun konflik antar golongan yang masih sering terjadi sangat kecil kemungkinan good governance bisa ditegakkan. Maka good governance harus ditegakkan dengan keadaan masyarakat dengan konflik antar golongan tersebut.
4. Hukum
Dalam menjalankan pemerintahan pejabat negara memakai hukum sebagai istrumen mewujudkan tujuan negara. Hukum adalah bagian penting dalam penegakan good governance. Setiap kelemahan sistem hukum akan memberikan influence terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan, karena good governanance tidak akan dapat berjalan dengan baik dengan hukum yang lemah. Penguatan sistem hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance. Hukum saat ini lebih dianggap sebagai komiditi daripada lembaga penegak keadilan dan kalangan kapitalis lainnya. Kenyataan ini yang membuat ketidakpercayaan dan ketidaktaatan pada hukum oleh masyarakat.
2.8
Manfaat Good Governance
1) Berkurangnya
secaranyata praktik KKN di birokrasi yang antara lain ditunjukan hal hal
berikut :
§ Tidak adanya manipulasi pajak.
§ Tidak adanya pungutan liar.
§ Tidak adanya manipulasi tanah
§ Tidak adanya manipulasi kredit.
§ Tidak adanya penggelapan uang Negara.
§ Tidak adanya Pemalsuan dokumen.
§ Tidak adanya pembayaran fiktif.
§ Proses pelelangan (tender) berjalan dengan
fair.
§ Tidak adanya penggelembungan nilai kontrak
(mark up).
§ Tidak adanya uang komisi.
§ Tidak adanya penundaan pembayaran kepada
rekanan
§ Tidak adanya kelebihan pembayaran
§ Tidak adanya ketekoran biaya.
2) Terciptanya Sistem kelembagaan
dan ketatalaksanaan pemerintah yang bersih, efisien, efectif, transparan,
professional dan akuntable.
§
Sistem kelembagaan lebih efektif, ramping, fleksibel.
§
Kualitas tata laksana dan hubungan kerja antarlembaga di pusat dan
antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota lebih baik.
§
Sistem Administrasi pendukung dan kearsipan lebih efektif dan efisien.
§
Dokumen/arsip Negara dapat di selamatkan, dilestarikan dan terpelihara.
3) Terhapusnya peraturan
perundang-undangan dan tindakan yang bersifat diskriminatif terhadap
warganegara, kelompok, atau golongan masyarakat.
§
Kualitas pelayanan kepada masyarakat dan dunia usaha swasta meningkat.
§
Sumber daya manusia, prasarana dan fasilitas pelayanan menjadi lebih
baik.
§
Berkurangnya hambatan terhadap penyelenggaraan pelayanan public.
§
Prosedur dan mekanisme serta biaya yang di perlukan dalam pelayanan
publik lebih baku dan jelas.
§
Penerapan system merit dalam pelayanan.
§
Pemanfaatan tekhnologi informasi dan komunikasi dalam pelayanan public.
§
Penangan pengaduan masyarakat lebih intensif.
4) Meningkatnya partisipasi
masyarakat dalam pengambilkan kebijakan public.
Berjalannya mekanisme
dialog dan musyawarah terbuka dengan masyarakat dalam perumusan program dan
kebijakan layanan public (seperti forum konsultasi public).
5) Terjaminnya konsistensi dan
kepastian hokum seluruh peraturan perundang undangan, baik ditingkat pusat
maupun daerah.
§
Hukum Menjadi landasan bertindak bagi aparatur pemerintah dan masyarakat
untuk mewujudkan pelayanan publik yang baik.
§
Kalangan dunia usaha swasta akan meraa lebih aman dan terjamin ketika
menanamkan modan dan menjalankan usahanya karena ada aturan main (rule of the
game yang tegas, jelas dan mudah di pahami oleh masyarakat.
§
Tidak akan ada kebingungan di kalangan pemerintah daerah dalam melaksanakan
tugasnya serta berkurangnya konflik antar pemerintah daerah serta anatara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
izin copy bosss.. mantap artikelnya
BalasHapussangat membantu
BalasHapusizin copy ya
BalasHapus